My Story: Being Self Harmer

large

Jujur aja agak berat buat saya menulis tentang ini. Menulis tentang awal terciptanya bekas-bekas luka di tangan kanan kiri ini. Setiap goresan bukan hanya sembarangan goresan, tapi mereka punya cerita masing-masing.

First of all, buat yang cuma mau komentar miring tentang ini, dipersilahkan untuk langsung arahkan mouse ke ujung kanan atas, klik di tanda silang aja ya. Karena ocehan kamu gak akan ada gunanya disini. 🙂Self Harm, saya baru istilah itu tadi malam. Hasil nonton video-video di Youtube dan jujur aja membuat saya kaget. Gak pernah nyangka kalau banyak orang yang “terjebak” dikebiasaan ini. Buat yang belum tau, Self Harm adalah suatu “kegiatan” menyakiti diri sendiri akibat menahan emosi. Bisa dengan cutting, menyilet, menjedotkan kepala ke tembok, apa pun untuk menyakiti diri sendiri. Itu pandangan secara umum. Tapi saya akan berusaha menjelaskannya dari sudut pandang saya sendiri.

Saat itu sedang ada permasalahan dalam keluarga saya, kakak-kakak saya berantem. Terlalu penuh dengan drama hidup saya, but that’s not the point. Usia saya sekitar 14-15 tahun kelas 3 SMP, gak inget tepatnya. Marah, sedih, kecewa, dan mabuk oleh vodka. Iya saya mabuk karena menyembunyikan botol vodka di kamar hasil pemberian teman. Tiba-tiba tangan saya memegang pecahan kaca dari kamar mandi. Tanpa saya sadari potongan kaca itu sudah mulai menggores lengan saya. Darah mengalir dengan cepat. Perih tapi sekaligus puas karena merasakan lebih tenang setelah dihantam dengan rasa marah, sedih, kecewa yang tidak dapat saya ekspresikan itu. Itulah awal mulanya.

tumblr_nbrimsXvUX1r4su3ao1_500

I felt alone, depress, scared, don’t know what to do. Sejak itu saya selalu pakai jaket ke sekolah, karena jelas memperlihatkan bekas luka di tangan kanan kiri bukan sesuatu yang bijaksana. Gak banyak yang tau tentang ini. Gak ada yang perlu tau juga sih. Saya menjadi seorang self harmers sampai dewasa. Alasannya satu, saya gak bisa mengekspresikan luapan emosi dari diri saya.

I’m not sayin this is a great way to face your emotion. Sama sekali gak. Dari hasil nonton Youtube semalam saya baru sadar, banyak sekali yang merasakan seperti saya dulu. Apalagi Self Harm ini kebanyakan dialami anak remaja usia 11-17 tahun. Alasannya macam-macam, bullying, rasa tidak dihargai, emosi yang terpendam, masih banyak lagi. Dan itu bukan hanya disebabkan oleh orang luar, tapi selalu besar kemungkinan penyebabnya dari lingkungan terdekat, yaitu keluarga.

Mungkin ada yang bilang, “ ah.. itu anak abg labil aja.. makanya ngelakuin kaya gitu. ” Screw you! Kamu yang gak mengalaminya dan berbicara seperti itu, gak pernah tau gimana rasanya diabaikan, kebingungan, marah, sedih yang gak bisa keluar, sendirian, tanpa tau harus berbicara sama siapa. Dan kebanyakan orang yang bilang itu gak menyadari kalau dia salah satu penyebab orang melakukan Self Harm karena omongannya itu.

Atau mungkin ada yang bilang, ” ah.. cuma cari perhatian aja” well, hellooo… bahkan self harmers ini gak mau lho orang lain tau. Dia aja gak bisa ngeluapin emosinya ke orang lain, yang bisa dia lakukan nahan dan ngelukain diri sendiri hanya untuk sekedar nyari ketenangan.. Pathetic? Yes! Makanya mereka, kami, butuh bantuan bukan hanya perhatian. Karena pada dasarnya kami mau banget untuk menjadi seperti kalian yang mengkategorikan diri sebagai normal.

Sampai umur sekarang 27 tahun, saya masih merasakan dampak dari Self Harm ini. Ada kalanya saya merasakan depresi luar biasa. Merasa benar-benar sendirian. Kesepian walau di tengah keramaian. It still feel like nobody really cares about me. Nobody can understand. Saya sudah berhenti cutting sejak 4 tahun yang lalu, tapi justru terkadang keadaan tidak membaik karena saya semakin tidak bisa melampiaskan emosi, walaupun sedikit reda dengan pelarian ke gym olahraga berjam-jam. Tapi selalu ada masanya perasaan kesepian itu muncul, potongan-potongan gambar yang menyakitkan di masa lalu terkadang kembali dan membuat semakin buruk. Tapi lagi-lagi, saya susah untuk mengekspresikannya, tapi setidaknya sudah terkontrol.

Saya membagi cerita ini bukan untuk publisitas, tapi hanya sekedar sharing, bahwa semua ini bisa terjadi dengan siapa saja. Anak, adik, kakak, sahabat, saudara kamu. Jangan menganggap ini remeh. Tolong jangan menghakimi self harmers, lebih baik diam kalau kamu hanya mau menghakimi mereka dengan ketidaktahuan kamu. It is hard to free from this thing. I know the point is I have to love myself. I still learn how to be better. I do. And it’s getting better now even tough there is always be a hard time..

Dan buat kamu yang seorang self harmers, kamu gak sendirian. Saya tahu rasanya. Please.. jangan lakuin itu lagi.. you are worth! you are precious! kalau ada yang bisa saya bantu untuk sekedar sharing silahkan hubungin saya di social media mana pun @uchysudhanto uchysudhanto.. atau email ke uchysudhanto@gmail.com .. This gonna be our secret.. Please don’t feel alone.. Because you are not.. I’m with you.. Lets learn to be better, together.. 🙂

2 thoughts on “My Story: Being Self Harmer

    • Rasanya capek ya menghadapi rasa itu. 🙂 kl saya bilang saya tau apa yang kamu rasain, it’s a big bullshit. gak ada orang yg bisa ngerasain sama persis perasaan orang lain. tapi semakin kesini saya belajar satu hal utk meredam rasa ini, yaitu bersyukur. Bersyukur dengan hal terkecil yang saya punya. Dan bahwa diri saya berhak mendapatkan yang lebih baik. Peduli setan dengan orang lain. kita yang mengendalikan diri kita sendiri. Temukan kebahagiaan kamu dengan melakukan seuatu hal positif yang kamu suka. kamu akan merasakan bedanya..

      cheers! 🙂

      Like

Leave a comment